|
NIM : 15709251065
Prodi : S2 P. Matematika (kelas A)
NILAI
Setiap manusia di dunia ini memiliki kualitas dirinya
masing-masing. Kualitas tersebut memiliki tingkatan dari yang buruk hingga yang
baik. Seseorang akan dikatakan memiliki kualitas baik apabila ada orang lain
atau pun dasar yang menunjukkan bahwa hal tersebut benar adanya. Dasar ini akan
menjadi sebuah alasan yang kuat untuk memastikan kualitas dari setiap orang.
Dalam memperoleh alasan yang tepat diperlukan adanya penilaian atau nilai yang
ditetapkan oleh orang lain. Nilai merupakan suatu alat
yang menunjukkan alasan dasar bahwa cara
pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan
cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen pertimbangan
yang membawa ide-ide seorang individu
mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan (Wikipedia.org). Dapat
dikatakan bahwa nilai merupakan faktor yang penting dalam menentukan alasan
yang tepat untuk meninjau kualitas seseorang.
Nilai dalam bahasa dalam bahasa Inggris memiliki arti sebagai value sedangkan nilai dalam bahasa Latin
disebut sebagai valere yang bermakna
sebagai hal yang berguna,mampu akan, berdaya, berlaku, kuat. Apabila nilai
ditinjau dari segi harkat adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu
dapat disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan. Nilai
ditinjau dari segi Keistimewaan adalah apa yang dihargai, dinilai tinggi atau
dihargai sebagai sesuatu kebaikan. Lawan dari suatu nilai positif adalah “tidak
bernilai” atau “nilai negative”. Baik akan menjadi suatu nilai dan lawannya
(jelek, buruk) akan menjadi suatu “nilai negative” atau “tidak bernilai”, Nilai
ditinjau dari sudut Ilmu Ekonomi yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar
benda-bendsa material, pertama kali mengunakan secara umum kata nilai‟.
Jika dibawa keranah spiritual, nilai pada hakikatnya
adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana
seharusnya manusia menjalankan kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip
dengan lainnya saling terkait membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat
dipisah-pisahkan. Nilai-nilai keislaman merupakan bagian dari nilai material
yang terwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani.
Pada ranah filsafat, ilmu yang mempelajari tentang
nilai disebut sebagai aksiologi. Aksiologi
adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan. Berikut ini akan dipaparkan mengenai nilai dalam ranah spiritual,
nilai menurut para filsuf, dan perkembangan nilai serta sudut pandang nilai
dalam sosial, filsafat, dan pembelajaran matematika.
A.
Nilai dalam spiritual
Nilai pada hakikatnya merupakan sekumpulan dari
prinsip-prinsip hidup atau ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia
menjalankan kehidupannya di dunia ini, dimana setiap prinsipnya saling terkait
satu sama lain membentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat
dipisah-pisahkan. Nilai-nilai Islam merupakan tingkatan integritas kepribadian
yang mencapai tingkat budi (insan kamil). Nilai-nilai Islam bersifat mutlak
kebenarannya, universal dan suci. Kebenaran dan kebaikan agama mengatasi rasio,
perasaan, keinginan, nafsu-nafsu manusiawi dan mampu melampaui subyektifitas golongan,
ras, bangsa, dan stratifikasi sosial.
Nilai-nilai keislaman atau agama mempunyai dua segi
yaitu: “segi normatif” dan “segi operatif”. Segi normatif menitik
beratkan pada pertimbangan baik buruk, benar salah, hak dan batil, diridhoi
atau tidak. Sedangkan segi operatif mengandung lima kategori yang menjadi
prinsip standarisasi prilaku manusia, yaitu baik buruk, setengan baik, netral,
setengah buruk dan buruk. Yang kemudian dijelaskan sebagai : (1) Wajib (baik),
yaitu nilai yang baik yang dilakukan manusia, ketaatan akan memperoleh imbalan
jasa (pahala) dan kedurhakaan akan mendapat sanksi; (2) Sunnah (setengah baik),
yaitu nilai yang setengah baik dilakukan manusia, sebagai penyempurnaan
terhadap nilai yang baik atau wajib sehingga ketaatannya diberi imbalan jasa
dan kedurhakaannya tanpa mendapatkan sangsi; (3) Mubah (netral), yaitu nilai
yang bersifat netral, mengerjakan atau tidak, tidak akan berdampak imbalan jasa
atau sangsi; (4) Makruh (setengah buruk), yaitu nilai yang sepatutnya untuk
ditinggalkan. Disamping kurang baik, juga memungkinkan untuk terjadinya
kebiasaan yang buruk yang pada akhirnya akan menimbulkan keharaman; (5) Haram
(buruk) yaitu nilai yang buruk dilakukan karena membawa kemudharatan dan
merugikan diri pribadi maupun ketenteraman pada umumnya, sehingga apabila
subyek yang melakukan akan mendapat sangsi, baik langsung (di dunia) atau tidak
langsung (di akhirat). (Muhaimin;1993:117)
Kelima nilai diatas memiliki kaitan yang erat satu
sama lain dan menjadi dasar perkembangan nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
Misalnya nilai keislaman yang mengatur suatu nilai etik setiap manusia yang
terdiri dari nilai sosial, rasional, individual, biofisik, ekonomi, politikdan
estetik. Dalam konsep nilai pada ranah spiritual ini memiliki suatu tatanan
atau aturan dimana hal atau nilai yang lebih besar kewajibannya haruslah
didahulukan atau ditempatkan lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, misalkan
pada kewajiban untuk beribadah haruslah lebih tinggi dibandingkan dengan
kewajiban melakukan tugas politik, ekonomi, dan sebagainya. Disamping itu
masing-masing bidang nilai masih dapat dirinci mana yang esensial dan
mana yang instrumental. Misalnya: pakaian jilbab bagi kaum wanita, ini
menyangkut dua nilai tersebut, yaitu nilai esensial, dalam hal ini ibadah
menutup aurat, sedangkan nilai insaninya (instrumental) adalah nilai estetik,
sehingga bentuk, model,warna, cara memakai dan sebagainya dapat bervariasi
sepanjang dapat menutup aurat.
Karena nilai bersifat ideal dan tersembunyi dalam
setiap kalbu manusia, maka pelaksanaan nilai tersebut harus disertai dengan
niat. Niat merupakan I’tikad seseorang yang mengerjakan sesuatu dengan penuh
kesadaran. Dalam hal ini I’tikad tersebut diwujudkan dalam aktualisasi
nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam. Dalam
proses aktualisasi nilai-nilai Islam dalam pembelajaran tersebut, diwujudkan
dalam proses sosialisasi di dalam kelas dan diluar kelas. Pada hakikatnya nilai
tersebut tidak selalu disadari oleh manusia. Karena nilai merupakan landasan
dan dasar bagi perubahan. Nilai-nilai merupakan
suatu daya pendorong dalam hidup seseorang pribadi atau kelompok. Oleh karena
itu nilai mempunyai peran penting dalam proses perubahan sosial.
Adapun nilai dalam pandangan
spiritual agama kristiani tentunya tidak lepas dari sifat-sifat Allah. Firman
Tuhan mengatakan “hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu yang di surga adalah
sempurna”. Sebagai ciptaan Tuhan, haruslah dapat mencerminkan dan meneladani kristus
melalui kehidupan sehari-hari. Beberapa nilai yang mencerminkan sifat Allah,
yaitu (1) Kasih, dapat berarti
saling mengasihi sesama, kasih tersebut mendorong kita untuk bertindak dalam
kemurahan, kesabaran dan belas kasihan. Kasih itu mengampuni. (1 Kor 12 –
jabarkan lingkupan kasih). Kasih juga berarti menegur yang salah, tetapi dengan
cara yang baik dan benar (Yoh 4:1-42). (2)
Adil dapat berarti tidak berpihak kepada sekelompok manusia tertentu. Roma
mengatakan bahwa Allah tidak memandang bulu (favoritism). Keadilan selalu
berpihak pada kebenaran. Karena Allah itu adil dan benar. Sebagai manusia kita
diciptakan dengan rasa keadilan, sehingga ketika terjadi ketidakadilan, jiwa
kita merasakan pemberontakan. Contohnya, bangsa Israel yang berteriak kepada
Allah karena perlakuan Firaun yang semena-mena terhadap mereka. Dalam hal ini,
Allah yang adil tidak membiarkan ketidakadilan merajalela, sehingga Allah
bertindak membebaskan mereka melalui kepemimpinan Musa. Salomo juga
menunjukkan rasa keadilan ketika ia memutuskan kasus perebutan bayi oleh dua
orang ibu. (3) Setia (Mat 28:14-30),
setiap manusia diajarkan untuk setia pada setiap janji, perkataan maupun
perbuatannya ; (4) Rendah Hati (Fil
2:8), manusia diajarkan untuk memiliki rasa rendah hati dan tidak berbangga
diri karna sifat berbangga diri (sombong) merupakan penyakit hati yang
datangnya dari syaitan.
B.
Nilai menurut Pandangan Para Filsuf.
Pada perkembangan sejarahnya, nilai dalam kehidupan
telah di mulai pada jaman Mesopotamia dan babilonia. Kehidupan pada jaman
babilonia ditandai dengan adanya nilai-nilai budaya dan sistem kemasyarakatan.
Seperti membagi masyarakat kedalam tiga kelas, yaitu : (1) Awilu
yaitu kelompok orang bebas dari kelas atas; (2) Muskenu yaitu orang bebas dari
kelas bawah; (3) Wardhu atau budak.
Selanjutnya, perkembangan nilai mulai dijabarkan
dalam nilai spiritual atau kepercayaan, hal ini terjadi pada masa yunani kuno.
Orang Greek (Yunani) dahulunya lebih banyak percaya pada tahayul dan dongeng.
Mereka percaya pada dongeng-dongeng ini disebabkan oleh adanya keajaiban dari
alam itu sendiri, sehingga terkadang membuat mereka kagum, takut dan heran
sehingga dari situlah mereka menganggap bahwa dongeng-dongeng yang dipercaya
adalah sangat bernilai bagi kehidupan mereka. Dengan perasaan dan alasan
seperti ini mereka menganggap bahwa keajaiban yang terdapat pada alam realitas
ini penuh dengan nilai estetika dan etika yakni terdapatnya dewa-dewa serta
biduanda dan bidadarinya yang sejenis, serta dengan bermacam-macam jenis dan
namanya. Setelah itu lama kelamaan timbul “Fantasi” cetakan pikiran yang
menjadi barang peradaban manusia bermula.
Konsep nilai sebagai eksistensi dan esensi alam,
manusia dan Tuhan atau yang ada dan mungkin ada, menjadi fokus dalam pengajian
para filosof sejak dahulu kala. Antara lain yang pertama sekali mengemukakannya
adalah seorang filosof kenamaan Yunani yakni Thales (624-546 SM), thales
menanyakan bahwa, apa sebenarnya bahan alam semesta itu?. Pertanyaan ini
ditemukan jawabanya oleh Thales bahwa bahan atau sesuatu itu adalah “air”.
Secara aksiologis apakah air mempunyai nilai objektif atau subjektif.
Mungkinkah air bernilai meskipun tanpa epistemolog dan ontolonginya? Atau
apakah air termasuk kategorisasi nilai atau tidak bernilai.
Perkembangan selanjutnya sekitar pada tahun 500-an
SM muncul buah pikiran baru dari Heraklitos, dalam filsafatnya “bahwa
sesungguhnya yang ada, yang hakikat ialah gerak dan perubahan (Pantarei)“
(K.Bertens, 1998:35). Penggerak pertama memberikan nilai guna dan manfaat atas
segala fungsinya. Ataukah gerak dan perubahan itu juga mengandung nilai atau nihil.
Perkembangan kecemerlangan pemikiran kedua filsosof tersebut
(Thales-Heraklitos) sungguh telah mempromosikan dan memperlihatkan aksiologi
kehebatan akal manusia.
Kemudian, Zeno (lahir tahun 490 SM) sebagai tokoh
pertama yang mengajarkan ajaran kebenaran, dan kebenaran itu mampu ditangkap
oleh intelek manusia. Teori kebenaran yang diajarkan oleh Zeno adalah bagaimana
mencari kebenaran itu melalui metode dialektika (Abdullah, 2002:13). Munculnya
metode dialektika ini memicu munculnya ajaran sofisme. Ia berhasil membuktikan
bahwa segala yang bergerak, yang ada serta ruang kosong itu semuanya tidak ada.
Selanjutnya, Socrates membentuk suatu kelompok sebagai
wadah dialog antara pemuda dengan pemuda lain. Tujuan dari pembentukan kelompok
ini adalah mengajarkan tentang bagaimana cara mencari kebenaran dengan
menggunakan metode dialektika. Metode dialektika ini dapat diaplikasikan dengan
berdasar pada konsep filsafat aksiologi tentang apakah dalam dialektika itu
mengandung nilai atau nihil. Hal inilah yang menjadikan dialektika sebagai
metode pencarian kebenaran. Metode dialektika bagi Socrates adalah suatu metode
yang mengandung nilai manfaat bagi seluruh pencari kebenaran.
Immauel Kant (1724-1804), mulai menggagas nilai
etika secara hakiki merupakan etika kewajiban yang tidak menuntut adanya
kebahagiaan atau faktor-faktor emosi lainnya dari luar. Kewajiban yang murni
berasal dari kehendak kita untuk melakukannya tanpa adanya pemaksaan. Selain
itu, etika Kant tidak mengharuskan adanya konsekuensi sebagaimana dalam
utilitarianisme, justru Kant lebih mengutamakan adanya konsistensi. Sebagaimana
yang ia katakan “ consistency is the highest obligation of a philosopher
and yet the most rarely found”. Kant juga percaya bahwa moral tidak dapat di
sandarkan kepada kebahagiaan. Kita tidak akan pernah tahu apa konsekuensi yang
terjadi jika kita mengandalkan tindakan kita semata-mata hanya untuk
kebahagiaan.
Dalam etika Immanuel ada beberapa hal perlu
diperhatikan, diantaranya adalah :
·
Prinsip good
will
·
Konsep
kewajiban (duty)
·
Imperative
hipotesis dan kategoris
·
Prinsip
subjektif/ maxim
Moralitas menurut Kant tidak menyangkut hal yang
baik dan buruk, melainkan baik pada dirinya sendiri, tanpa pembatasan sama
sekali. Kebaikan moral itu baik dari semua sisi, tanpa ada pembatasan sama
sekali. Secara mutlak kebaikkan itu tetaplah baik, meskipun berkonsekuensi
merugikan orang lain. Yang baik tanpa adanya batasan sama sekali menurutnya
hanyalah satu, yakni kehendak baik (good will). Kehendak itu selalu baik dan
dalam kebaikkannya tidak tergantung pada sesuatu di luar. Kehendak baik yang
dimaksud Kant adalah kehendak yang mau melakukan kewajiban (duty). Manusia
bukanlah roh murni, ia juga mahluk alami yang memiliki dorongan dan terikan
hawa nafsu, emosi, kecendrungan dan dorongan-dorongan batin. karena itu
manusia tidak hanya tertarik untuk melakukan perbuatan baik, namun ia
juga tertarik melakukan perbuatan jahat. Itulah sebabnya akal budi praktis
menyatakan diri dalam bentuk kewajiban. Seseorang dikatakan berkehandak baik
apabila ia berkehendak untuk melakukan kewajiban.
Sekitar abad ke-19, Secara formal perkembangan
aksiologi merupakan cabang filsafat baru yang berkembang sekitar paruh kedua
abad ke-19. Nilai sebagai term axiology
pertama digunakan oleh Paul Lappy. Aksiologi sama artinya dengan Value Theory atau Theory of Value. Istilah ini digunakan sebelum muncul istilah
Aksiologi. Aksiologi juga mempunyai persamaan istilah dengan Waardenfilosofi
(Bahasa Belanda) yang berarti filsafat nilai. Filsafat Nilai adalah cabang
Filsafat yang membahas nilai secara filosofis/kefilsafatan; mendasar,
menyeluruh, sistematis, sampai pada hakikat nilai itu sendiri, untuk
mendapatkan kebenaran sesuai dengan kenyataan.
C.
Nilai dalam Sosial
Dalam
kehidupan sosial, manusia memiliki nilai-nilai atau norma yang mengatur dan
mendasari kehidupannya. Hal ini bertujuan agar tatanan kehidupan sosial
dimasyarakat semakin baik. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut
sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan
pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai
dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah
dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum
dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum
dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan
UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar
tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu
memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan
nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai Instrumental.
Sifat-sifat
nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.
1. Nilai
itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal
yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang
memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra
kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.
2. Nilai
memiliki sifat normatif, artinya
nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai
nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai
landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang
berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
3. Nilai
berfungsi sebagai daya dorong/motivator
dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong
oleh nilai yang diyakininya.Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini
menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
D.
Nilai dalam Filsafat
Ilmu yang
mempelajari tentang nilai dalam filsafat disebut sebagai aksiologi. Aksiologi
adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Aksiologi
ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa
yang dinilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai,
parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu
sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi
kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik
yang masing-masing menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu,
aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam
menerapkan ilmu kedalam praksis.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan
bahwa aksiologi disamakan dengan value
dan valuation. Ada tiga
bentuk value dan valuation, yaitu:
1.
Nilai, digunakan sebagai kata benda
abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala
bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas
merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan
kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori
nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
2.
Nilai sebagai kata benda konkret.
Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali
dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai
dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai
atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik
atau bernilai.
3.
Nilai juga digunakan sebagai kata
kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya
sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk
menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti
menghargai dan mengevaluasi.
Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi menurut
beberapa ahli :
1.
Menurut Suriasumantri aksiologi
adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di
peroleh.
2.
Menurut Wibisono dalam Surajiyo
(2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan
moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
3.
Scheleer dan Langeveld memberikan
definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi
dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering
dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara
moral.
4.
Langeveld memberikan pendapat bahwa
aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan
bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan
estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang
karya manusia dari sudut indah dan jelek.
5.
Kattsoff mendefinisikan aksiologi
sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan.
Dari kelima pendapat ahli dapat
dikatakan bahwa aksiologi merupakan suatu teori yang mengkaji tentang nilai dan
penilaian suatu tindakan baik dilihat dari etik, estetik maupun moralnya.
Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan
dengan nilai yang mencakup: hakikat nilai, tipe nilai, kriteria nilai,
dan status metafisika nilai.
1.
Hakikat Nilai
K.
Bertens (2007:142) berpendapat, bahwa hakikat dari nilai-nilai, yaitu :
a. Nilai berasal dari kehendak:
voluntarisme.
b. Nilai berasal dari kesenangan:
Hedonisme
c. Nilai berasal dari kepentingan.
(Perry)
d. Nilai berasal dari hal yg lebih
disukai (preference). Martineau.
e. Nilai berasal dari kehendak rasio
murni. (I.Kant).
2.
Tipe nilai
Tipe nilai dapat dibedakan antara lain intrinsik dan nilai
instrumental.
Nilai intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
merupakan alat untuk mencapai nilai intrinsik.
Sebagai contoh nilai intrinsik adalah nilai yang dipancarkan
oleh suatu lukisan, dan shalat lima waktu merupakan nilai intrinsik dan
merupakan suatu perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa dengan
melaksanakan shalat akan mencegah perbuatan yang keji/jahat yang dilarang oleh
Allah dan tujuan akhirnya mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
3.
Kriteria nilai
Kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai,
bagaimana nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Standar
pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.
a. Kaum hedonist menemukan standar
nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
b.
Kaum idealis mengakui sistem
objektif norma rasional sebagai kriteria.
c.
Kaum naturalis menemukan ketahanan
biologis sebagai tolak ukur
4.
Status Metafisika Nilai
Metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai
tersebut dengan realitas dan dibagi menjadi tiga bagian :
a. Subjektivisme adalah nilai
semata-mata tergantung pengalaman manusia.
b. Objektivisme logis adalah nilai
merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas dari keberadaannya yang
dikenal.
c. Objektivisme metafisik adalah nilai
merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral, objektif, dan komponen aktif
dari kenyataan metafisik. (misalnya: theisme).
Pada filsafat Teori Nilai (aksiologi) juga membahas dua
masalah yaitu masalah Etika dan Estetika.
1. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ethos”
yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral
dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga.
Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama
lainnya. Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika
mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral
mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Etika hanya
mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat.
Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan
kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan
kebenaran, diperlukan keberanian moral (Jujun S. Suriasumantri, 1998 :
235).
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika
sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan
deontologi.
a.
Hedoisme
adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan
kesenangan.
b.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan
adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
c. Utilitarisme,
mengatakan bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
d.
Deontologi adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh
Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya
hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan
syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia.
2. Estetika
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan
yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Dalam dunia pendidikan
hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan
pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap
persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan
kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik
serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya
menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni.
Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan teori
nilai, yaitu :
1.
Nilai subjektif atau objektif.
Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya,
maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan
penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2.
Nilai absolute atau berubah.
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai
yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta
abash sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras,
maupun kelas social. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai
relative sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki
nilai yaitu:
1.
kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana
nilai spiritual lebih tinggi daripada non spiritual (nilai material). Mereka
menempatkan nilai religi pada tingkat yang tinggi karena nilai religi membantu
manusia dalam menemukan akhir hidupnya, dan merupakan kesatuan dengan nilai
spiritual.
2. kaum
realis juga
berpandangan bahwa terdapat tingkatan nilai, dimana mereka menempatkan nilai
rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia realitas
objektif, hukum alam dan aturan berfikir logis.
3.
kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut mereka suatu
aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya apabila memuaskan kebutuhan yang
penting dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitive terhadap
nilai-nilai yang meghargai masyarakat.
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk
mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur
kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1.
Menjaga dan memberi arah agar proses
keilmuan menemukan kebenaran yang hakiki.
2.
Dalam pemilihan objek penelaahan
dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak
merendahkan martabat manusia.
3.
Pengembangan ilmu pengetahuan
diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan
martabat manusia serta memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.
Dalam aksiologi
juga terdapat
berbagai macam pendekatan, pendekatan tersebut dibagi kedalam tiga macam cara,
yaitu :
1.
Nilai
sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai
merupakan reaksi-reaksi yang diberkan oleh manusia sebagai pelaku dan
keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka.
2.
Nilai-Nilai
merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun tidak
terdapat dalam ruang dan waktu.
3.
Nilai-Nilai
merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
E. Nilai dalam Pembelajaran matematika
Dalam
pembelajaran matematika, nilai digunakan untuk mengembang kualitas peserta
didik menjadi lebih baik. Nilai memiliki klasifikasi yang dibuat dengan dasar
atau kriteria dalam konteks pendidikan yaitu dari tujuan pendidikan matematika
itu sendiri. Untuk itu, kita perlu mengetahui tujuan umum diberikannya
matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Umum, yaitu :
1.
Mempersiapkan siswa agar sanggup
menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu
berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis,
rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien
2.
Mempersiapkan siswa agar dapat
menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan
Dalam
pembelajaran matematika memili tiga macam nilai yaitu nilai praktis, nilai
disiplin, dan nilai budaya. Berikut ini akan dijabarkan penjelasan mengenai
ketiga nilai tersebut :
a. Nilai Praktis
Matematika sebagai
salah satu ilmu dasar baik aspek terapan maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan yang penting dalam upaya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti bahwa sampai pada batas
tertentu matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik
penerapannya maupun pola pikirnya. Matematika sekolah yang merupakan bagian
dari matemaika yang dipilih atas dasar kepentingan pengembangan kemampuan dan
kepribadian siswa serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu
selalu dapat sejalan dengan tuntutan kepentingan siswa menghadapi tantangan
kehidupan masa depan.
Dalam masyarakat, banyak kita jumpai orang-orang yang hidup
dalam suasana cukup dan sejahtera secara material, meskipun mereka itu
kadang-kadang tidak dapat membaca atau menulis. Bahkan banyak di antara mereka
mengendalikan bidang usaha bisnis yang besar. Tetapi, orang-orang yang tidak
dapat membilang, menghitung(menambah, mengurangi, mengalikan, membagi),
menimbang, mengukur, dan membeli barang akan sukar untuk hidup berkecukupan dan
sejahtera. Untuk membentuk anak yang siap dalam hidupnya, membaca, menulis dan
berhitung (calistung) adalah ditekankan untuk dikuasai oleh peserta didik
tingkat Sekolah Dasar. Membaca dan menulis untuk melatih peserta didik dalam
berkomunikasi sedang berhitung untuk melatih peserta didik dalam penalaran.
Pada saat ini, pengetahuan dasar tentang matematika serta
keterampilan menggunakannya merupakan kebutuhan penting bagi setiap orang.
Setiap manusia dari berbagai lapisan masyarakat pasti memerlukan matematika.
Apalagi orang-orang yang berprofesi sebagai pengusaha, pedagang, bendaharawan,
insinyur perencanaan, dan lain sebagainya tidak mungkin dapat melaksanakan
tugas dengan baik tanpa mempunyai pengetahuan matematika.Pekerjaan bidang
perdagangan, pertokoan, pertukangan, asuransi, dan lain-lain secara langsung
atau tidak langsung memerlukan matematika. Bantuan matematika sebagai bekal
untuk mempelajari berbagai ilmu lain amat besar.
Menyadari banyak dan besarnya bantuan matematika serta
kegunaannya dalam berbagai bidang, Napoleon dalam Kulbir (1971) sampai berkata
“Perkembangan dan kemajuan matematika tidak terlepas dari tingkat kemakmuran
negara tersebut”. Selanjutnya Kulbir mengatakan bahwa kericuhan, kekacauan,
malapetaka, dan kehancuran akan terjadi andaikata semua orang di dunia ini
kehilangan pengetahuan matematikanya untuk satu hari saja.
b. Nilai Disiplin
Matematika adalah ilmu yang eksak, benar dan senantiasa
menuju sasaran sehingga dapat menumbuhkan disiplin jiwa. Untuk menyatakan
kebenaran atau kesalahan suatu pernyataan, para peserta didik harus mempunyai
alasan yang tepat. Matematika dapat mengembangkan daya nalar, daya pikir
peserta didik, dan merupakan bekal utama untuk mencapai keberhasilan studi
lanjut, karena dalam studinya peserta didik tidak dapat hanya mengandalkan
ingatannya saja. Keberhasilan perlu didukung oleh penalaran dan pemikiran yang
baik Penalaran dalam matematika mempunyai ciri-ciri yang amat baik dan cocok
untuk melatih peserta didik. Oleh karena itu penalaran dan pemikiran diusahakan
agar dapat berkembang menjadi kebiasaan dalam perilaku peserta didik.
Selanjutnya, nilai disiplin mempunyai berbagai ciri antara lain: kesederhanaan,
ketepatan, kepastian hasil, keaslian, kemiripan dengan penalaran kehidupan
sehari-hari, dan pemeriksaan atau pengujian hasil.
1) Kesederhanaan
Para peserta didik dilatih bernalar
dan berpikir dengan sederhana. Mereka dilatih membuat pernyataan atau
menyatakan pendapatnya melalui kalimat yang singkat, sederhana, dan mudah
dimengerti. Peserta didik dilatih untuk mengubah kalimat sehari-hari menjadi
kalimat matematika atau kalimat bilangan sehingga mudah diselesaikan.
Matematika mempunyai sifat hirarkis, dimulai dari yang sederhana dan bergerak
maju menuju yang lebih kompleks, dari yang sudah diketahui menuju ke hal yang
tidak diketahui atau ditanyakan serta bersifat makin dalam, yang kita kenal
dengan metode spiral. Orang dapat memahami dengan lebih mudah karena hal-hal
sudah tersusun dengan urutan yang dimulai dari bentuk sederhana menuju ke
bentuk yang semakin kompleks. Dengan demikian, jika orang mempelajari
matematika dalam jangka waktu yang memadai, sifat itu dapat tumbuh menjadi
kebiasaan dalam kehidupannya.
2) Ketepatan
Orang dapat bernalar, berpikir, atau menyatakan pendapatnya
sesuai dengan pengertian pribadi. Matematika tidak akan dapat dipelajari dengan
baik tanpa ketepatan dan kecermatan pengertian. Ketepatan dan kecermatan
merupakan sifat yang melekat erat pada matematika. Sifat ini diharapkan dapat
meresap dan mendarah daging pada diri siwa sehingga mereka senantiasa dapat bertindak
dengan tepat dan cermat.
3) Kepastian
hasil
Secara umum terdapat dua keadaan, yaitu benar atau salah.
Dua kejadian ini tidak memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat antara
pengajar dan yang diajar. Peserta didik senantiasa dapat memeriksa kembali hasil
pekerjaannya sehingga tahu dengan pasti, benar atau salah. Matematika mendorong
peserta didik untuk menghadapi sendiri kesulitan yang dihadapinya dan
menyelesaikannya dengan penuh keyakinan Kepastian hasil dan keberhasilan
peserta didik menyelesaikan sendiri suatu masalah dapat menimbulkan rasa
percaya diri serta kegembiraan. Kepercayaan diri dan kegembiraan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi merupakan kunci keberhasilan dalam
kehidupannya di kemudian hari. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan
belajar matematika tertanamlah rasa percaya diri karena peserta didik
mengetahui hasil pekerjaaannya dengan pasti.
4) Keaslian
(Orisinalitas)
Pada mata pelajaran lain peserta didik dapat mengandalkan
kemampuan menghafalkan, yang berarti hanya menerima pendapat orang lain. Dalam
matematika peserta didik tidak dapat hanya menggantungkan diri pada kemampuan
menghafal saja, meskipun harus diakui bahwa menghafal merupakan salah satu
unsur yang penting. Dalam belajar matematika, terutama dubutuhkan keaslian
pemikiran dan kecerdasan bernalar agar studi peserta didik dapat berhasil
dengan baik. Hanya dengan memiliki kemampuan yang orisinal, peserta didik dapat
menyelesaikan soal-soal yang baru atau yang berbeda dengan yang telah
dijelaskan gurunya. Kalau diproyeksikan ke masa depan, dengan memiliki sifat
ini peserta didik akan mampu menanggulangi berbagai masalah yang dihadapi
dengan penuh percaya diri.
5) Kemiripan
dengan penalaran kehidupan sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, jika kita harus melaksanakan tugas
atau harus memecahkan suatu masalah, maka kita harus mengetahui dengan pasti
permasalahannya. Dalam matematika, peserta didik hanya akan dapat menyelesaikan
sebuah soal dengan baik bila ia tahu dengan tepat persoalannya secara utuh. Ini
berarti bahwa ia harus tahu dengan tepat apa yang diketahui dan apa yang harus
dicari atau dibuktikan. Kebiasaan ini dapat membantu peserta didik dalam
menyelesaikan masalah sehari-hari yang dihadapinya.
6) Pemeriksaan
atau pengujian hasil
Dalam matematika, peserta didik dibiasakan untuk memeriksa
atau menguji kembali hasil kerjanya. seperti yang disarankan oleh Polya (1973)
dalam menyusun empat strategi pemecahan masalah yaitu: memahami soalnya,
merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah dan memeriksa kembali
hasil yang diperoleh. Hal ini penting karena kepastian tentang apa yang telah
dicapainya dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan kegembiraan serta kepuasan.
Pengujian kembali hasil yang dicapai dapat menanamkan kebiasaan untuk
mengajukan krtitik dan penilaian terhadap dirinya sendiri. Ia akan merasa puas
karena tahu dengan pasti bahwa hasil itu benar. Sebaliknya, jika hasilnya
salah, maka peserta didik juga akan merasa puas karena tahu letak kesalahan
yang telah dilakukannya, sehingga dia tahu dengan tepat bagian yang harus
dipelajari dengan lebih baik lagi.
c. Nilai Budaya
Matematika adalah hasil ciptaan orang atau budaya manusia.
Orang menciptakan matematika karena desakan kebutuhannya untuk mempermudah
memecahkan masalah yang mereka hadapi. Untuk menjawab masalah hitung-menghitung
serta pertanyaan tentang banyak, besar, panjang, jauh, jumlah, selisih, dan
sebagainya, diciptakanlah aritmetika. Untuk mempermudah pemecahan masalah
artimetika diciptakanlah aljabar, untuk memecahkan masalah pengukuran, dan
bentuk diciptakanlah geometri, dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan hasil
budaya manusia. Peradaban manusia dalam abad milenium sekarang ini ditandai
dengan kemajuan berbagai bidang, antara lain ilmu pengetahuan dan
teknologi(IPTEK), perdagangan, pertanian, penerbangan, pelayaran, penelitian,
dan sebagainya.; semuanya itu juga merupakan hasil budaya manusia. Kalau
ditelusuri satu demi satu, kemajuan berbagai bidang itu memerlukan peran
matematika. Matematika adalah warisan budaya yang kaya akan berbagai nilai itu
harus kita miliki dan kita kembangkan, dan selanjutnya kita wariskan kepada
generasi muda kita. Mempelajari dan mengajarkan matematika merupakan salah satu
pengejawantahan proses pewarisan kebudayaan tersebut Nilai-nilai penting yang
terkandung dalam kebudayaan diantaranya adalah pengembangan daya konsentrasi,
sifat ekonomis, kemampuan menyampaikan pendapat, percaya kepada diri sendiri,
motivasi untuk menemukan, motivasi untuk terus belajar dan membaca, serta
kemampuan bekerja keras.
1) Pengembangan
daya konsentrasi
Pada waktu seseorang menghadapi dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, ia perlu memusatkan pikiran dan berkonsentrasi. Dalam
mempelajari matematika selalu dilakukan pemikiran yang bulat dan konsentrasi
penuh. Jika tidak demikian, hasilnya akan kurang memuaskan. Tanpa konsentrasi
yang baik, peserta didik akan sulit dalam studinya. Kalau konsentrasi
terganggu, pikiran peserta didik menjadi tak menentu arahnya sehingga ia akan
sulit belajar, apalagi belajar matematika. Peserta didik yang dapat
berkonsentrasi mempunyai harapan yang baik untuk menyelesaikan studinya. Ia
juga mempunyai harapan yang baik untuk berhasil dalam kehidupannya kelak.
Latihan berkonsentrasi ini diperoleh peserta didik melalui
belajar matematika secara teratur.sehingga orang dapat menghilangkan atau
menyembuhkan sikap mentalnya yang kurang baik dan menanamkan kebiasaan untuk
menaruh perhatian dengan tertib.
2) Sifat
ekonomis
Hemat dan ekonomis merupakan salah satu prasyarat bagi
seseorang untuk dapat hidup sejahtera. Dalam matematika, orang dilatih untuk
senantiasa ekonomis dan hemat, dan hemat tidak berarti pelit. Peserta didik
selalu dilatih untuk membuat pernyataan yang singkat, tepat, dan cermat.
Penggunaan berbagai macam simbol dalam matematika merupakan gambaran yang jelas
tentang adanya latihan dan usaha penghematan. Masalah dalam kehidupan
sehari-hari atau sering disebut soal cerita diusahakan diubah dulu menjadi
model matematika atau kalimat matematika, kemudian diselesaikan secara
matematika selanjutnya dikembalikan lagi pada permasalahan semula. Betapa
susahnya orang mengemukakan pendapat dalam matematika jika selalu harus
menggunakan kalimat atau kata-kata tanpa menggunakan simbol-simbol, dan orang
yang diajak berkomunikasipun akan bingung atau tidak mengerti. Contoh,
pernyataan “Kuadrat suku dua sama dengan jumlah kuadrat masing-masing suku
ditambah kelipatan dua dari hasil kali kedua suku” akan lebih mudah jika
disingkat dengan simbol “ (a + b)2 = a2 + b2+ 2ab.
3) Kemampuan
menyampaikan pendapat
Kemampuan menyampaikan pendapat
dengan jelas dan cermat dalam kehidupan sehari-hari amat perlu. Kemampuan ini
merupakan modal yang amat bernilai bagi seseorang.
Badan PBB urusan kesehatan (WHO) menekankan adanya
pendidikan keterampilan hidup yang mencakup psikososial, antara lain perlu
dikembangkan masalah komunikasi. Meramu ide dan mengkomunikasikannya kepada
orang lain dengan sejelas-jelasnya merupakan salah satu keterampilan yang
penting dalam hidup kita. Jika keterampilan berkomunikasi kita baik, dapat
diharapkan bahwa hubungan kita dengan orang lain juga akan baik.
Dalam matematika, peserta didik dilatih untuk selalu cermat
memilih dan menggunakan kata-kata dan istilah yang tepat. Selama belajar
matematika peserta didik mendapat tempaan untuk dapat menyampaikan pendapatnya
dengan singkat, jelas, tepat dan cermat. Dengan ditunjang model-model
pembelajaran yang tepat, antara lain model pebelajaran kooperatif, matematika
merupakan alat yang tepat untuk melatih dan meningkatkan kemampuan dan
keterampilan menyampaikan pendapat bagi seseorang.
4) Percaya
kepada diri sendiri
Keberhasilan peserta didik dalam menyelesaikan soal dapat
menimbulkan kepuasan, kegembiraan, dan juga kepercayaan pada diri sendiri.
Dalam matematika, terdapat kesempatan yang sangat luas bagi peserta didik untuk
menyelesaikan berbagai macam bentuk soal. Kemampuan dan kemauan belajar sendiri
merupakan hal yang penting. Hal ini dapat menanamkan kebiasaan peserta didik
untuk bersikap mandiri dan percaya diri.
5) Motivasi
untuk menemukan
Dalam kehidupan sehari-hari orang
senantiasa menjumpai berbagai masalah yang harus dipecahkan. Agar masalah itu
dapat dipecahkan, orang harus dapat menemukan unsur penyebab timbulnya masalah,
kemudian mencari cara serta jalan untuk memecahkannya. Pada waktu menyelesaikan
soal matematika, pertama ia harus dapat menemukan apa yang diketahui dan apa
yang harus dicari. Ke dua, ia harus dapat menemukan dalil, rumus, sifat, hukum
yang dapat digunakan sebagai landasan atau alat untuk menyelesaikan soal itu.
Ke tiga, ia harus menemukan cara atau jalan yang paling tepat, cermat dan jelas
untuk menyelesaikan. Ke empat, ia harus menemukan cara atau jalan untuk menguji
kembali hasil penyelesaiannya. Dalam menemukan aturan umum, peserta didik
diajak untuk menemukan sendiri aturan itu dengan sedikit bantuan guru atau
sering disebut dengan metode penemuan terbimbing. Dengan demikian, mata
pelajaran matematika merupakan sarana yang tepat untuk menanamkan dan memupuk
rasa keingintahuan atau motivasi untuk menemukan.
6) Motivasi
untuk terus belajar dan membaca
Dewasa ini, perkembangan matematika sudah sedemikian
luasnya, sedangkan kemampuan manusia terbatas sehingga betapapun pandainya
seseorang tidak mungkin dapat menguasai matematika secara menyeluruh.
Matematika telah memberi sumbangan dan kemudahan kepada berbagai ilmu
pengetahuan lain khususnya dan juga kepada umat manusia. Hal ini mendorong
orang untuk dapat memiliki, mewarisi, dan mewariskan kebudayaan yang sangat
berguna ini sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Upaya yang dapat dan
perlu dilakukan untuk mencapai tujuan itu adalah terus belajar dan membaca.
7) Nilai
Kesepakatan
Setiap orang yang mempelajari matematika secara sadar atau
tidak sadar telah menggunakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan ini
terdapat dalam matematika yang rendah maupun yang tinggi, dapat berupa simbol,
istilah, definisi, ataupun aksioma.
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang tanpa kita sadari ada
banyak kesepakatan berupa norma-norma baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat dalam lingkungan tertentu.
Jika seseorang berperilaku tidak sesuai dengan suatu kesepakatan dalam
lingkungan tertentu, pastilah akan dianggap melanggar aturan yang tentu akan
mendapatkan sangsi tertentu. Seseorang yang telah dibiasakan belajar matematika
yang penuh dengan kesepakatan yang harus ditaati, pastinya akan mudah memahami
perlunya kesepakatan dalam hubungan masyarakat dan mempunyai kesadaran yang
lebih tinggi untuk mentaati kesepakatan tersebut. Nilai inilah yang dapat ditanamkan
dalam pembelajaran matematika
8) Kemampuan
bekerja keras
Dalam dunia dan masyarakat yang makin maju dan makin
kompleks ini, orang dituntut untuk bekerja dan berusaha keras. Tututan itu
merupakan sarana dan modal yang penting untuk mencapai tujuan seseorang. Selama
ini peserta didik mempelajari matematika, ia telah mendapat latihan secara
teratur tentang hal tersebut. Jika peserta didik ingin mempelajari matematika
dengan hasil baik, ia harus memusatkan pikiran dan berkonsentrasi serta bekerja
keras. Jadi, bila peserta didik mempelajari matematika dengan sepenuh hati, ia
telah mendapat latihan atau berlatih bekerja keras.
Bagan Alur dan Time Line perkembangan Nilai:
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/9208343/nilai-nilai_dalam_pembelajaran_matematika
http://newjoesafira.com/2012/05/pengertian-dan-konsep-nilai-dalam-islam.html
http://mustanginbuchory89.com/2015/06/penanaman-nilai-nilai-agama-islam.html
http://file.upi.edu/direktori/fpbs/jur._pend._bahasa_arab/195204141980021-dudung_rahmat_hidayat/hakikat_dan_makna_nilai.pdf
https://www.academia.edu/7684760/makalah_filsafat_ilmu_hakikat_nilai_deontologi_dan_teleologi_oleh_imam_farih_nim._21391106806_jurusan_pendidkan_agama_islam_program_pasca_sarjana_uin_suska_riau_2014
https://id.wikipedia.org/wiki/Nilai
http://uzey.co.id/2009/09/pengertian-nilai.html
http://haris-berbagi.co.id/2010/11/aksiologi-filsafat-nilai-value.html
https://ruth712.wordpress.com/2010/08/11/nilai-dan-norma-kristiani-bab-2-kelas-11/
https://heavenkant.wordpress.com/2013/02/12/etika-immanuel-kant/
0 komentar:
Posting Komentar