Tri
Kurniah Lestari
A. Berpikir
Dalam
kamus bahasa Indonesia (KBBI offline) berpikir dapat diartikan sebagai penggunaan
akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Menurut Siti Nursaila
(2015; 19) Thinking is an activity where
mind used to decide and solve problems based on information and experiences in
our daily life. Thinking is an abstract activity which usually happens during
half conscious condition in order to solve problem. Dari pendapat tersebut
dapat diartikan bahwa berpikir merupakan sebuah aktifitas dimana pikiran
digunakan untuk mempertimbangkan, memutuskan dan mencari solusi dari suatu
masalah berdasarkan informasi dan pengalaman didalam kehidupan sehari-hari.
B. Kemampuan Berpikir
Menurut
Mayer (dalam Nursaila; 2015) Thinking
skill is ability to process mental operation includes knowledge, perception and
creation. Dimaksudkan bahwa, Kemampuan berpikir
merupakan suatu kemampuan dalam memproses operasi mental yang meliputi pengetahuan, persepsi
dan penciptaan. Lebih lanjut Suriyana
(dalam Nursaila, 2015) menyatakan bahwa thinking
skill is an ability in using mind to find meaning and comprehension on
something, exploration of ideas, making decision, problem solving with best
consideration and revision on the previous thinking process. Suatu
kemampuan berpikir merupakan sebuah kemampuan dalam menggunakan pikiran untuk
mencari makna
dan pemahaman
tentang sesuatu, mengeksplorasi ide, mengambil keputusan, memikirkan pemecahan dengan pertimbangan terbaik dan merevisi permasalahan yang ada pada proses
berpikir sebelumnya.
Sharifah Maimunah (dalam Nursaila, 2015)
menambahkan bahwa Thinking skills is a
knowledge discipline that can be learned and practised until form norm or
experience. Kemampuan berpikir merupakan disiplin ilmu yang dapat dipelajari dan dipraktekkan dalam
bentuk norma atau
pengalaman. Dari beberapa
pendapat diatas dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir merupakan suatu
kemampuan dalam mengolah pikiran untuk menemukan, mengeksplorasi, dan mengambil
keputusan.
Kemampuan berpikir
terbagi atas dua bagian yaitu kemampuan berpikir tingkat rendah (Low Order Thinking Skill atau biasa disingkat
LOTS) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill atau HOTS).
Menurut Siti Nursaila (2015; 19) LOTS dapat didefinisikan sebagai penggunaan pikiran
secara terbatas yang berfokus pada suatu
aplikasi umum. LOTS memiliki dua
level kognitif yaitu sebagai berikut :
1. Mengingat: menghafal dan mengingat kembali informasi
2. Memahami: menjelaskan ide atau konsep
C. HOTS
Menurut Malaysia Examination Syndicate (dalam Siti
Nursaila, 2015) Higher Order Thinking Skills (HOTS) is ability to apply knowledge,
skills and values in making reasoning and reflection to solve problem,
decision, innovation and ability to create something. Disini dimaksudkan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dalam membuat penalaran dan refleksi untuk memecahkan masalah, membuat
keputusan, berinovasi dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu.
Hal ini sebanding dengan yang dikemukakan oleh Newman and Wehlage (dalam Widodo,
2013) menyatakan bahwa ”HOT requires students to manipulate informations
and ideas in ways that transform their meaning and implications, such as
when students combine facts and ideas in order to synthesize, generalize,
explain, hypothize, or arrive at some conclusion or interpretation. Disini dapat diartikan bahwa berpikir
tingkat tinggi mengharuskan siswa untuk
mengolah/ memanipulasi informasi dan gagasan yang dapat
mengubah makna
dan implikasinya, yaitu dengan cara menggabungkan fakta dan ide-ide
untuk mensintesis, menggeneralisasi, menjelaskan, berhipotesis, sampai pada menarik kesimpulan atau interpretasi.
Menurut Al’Azzy dan
Budiono (dalam winarso, 2014) berpikir tingkat
tinggi adalah suatu kemampuan berpikir yang tidak
hanya
membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun
membutuhkan
kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan
berpikir kreatif dan kritis. Selanjutnya, Alice Thomas dan Glenda (dalam yanuarti, 2012) menyatakan bahwa berpikir
tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar
menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu
itu diceritakan kepada kita. Disini kita harus memahaminya, menghubungkan satu
sama lainnya, mengkategorikan, memanipulasi, menempatkannya bersama-sama dengan
cara-cara baru, dan menerapkannya dalam mencari solusi baru terhadap
persoalan-persoalan baru.
Dari pernyataan
di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu
kemampuan dalam mengolah dan menggabungkan informasi berupa fakta maupun
gagasan-gagasan yang dapat diperoleh dengan cara mengingat, memahami, menghubungkan, mengkategorikan, dan
mengevaluasinya.
D. Taksonomi Bloom dalam HOTS
Arnellis (2014;
24) menyatakan bahwa berpikir merupakan suatu kemampuan kognitif untuk
memperoleh pengetahuan. Keterampilan berpikir selalu berkembang dan dapat
dipelajari. Menurut Bloom (dalam Arnelis, 2014) keterampilan berpikir tingkat
tinggi merupakan keterampilan yang paling abstrak dalam domain kognitif, yaitu
meliputi analisis, sintesis, dan evaluasi. Lebih lanjut Arnellis (2014; 24)
mengatakan bahwa taksonomi bloom dianggap merupakan dasar bagi berpikir tingkat
tinggi. Pemikiran ini didasarkan bahwa beberapa jenis pembelajaran memerlukan
proses kognisi yang lebih daripada yang lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat
lebih umum. Sebagai contoh, kemampuan melibatkan analisis, evaluasi dan
mengkreasi dianggap berpikir tingkat tinggi. Dalam A revision of Bloom's Taxonomy:
an overview-Theory in to Practice (dalam Arnellis, 2014) menyatakan bahwa indikator untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi: menganalisis,
mengevaluasi, dan mengkreasi.
Anderson dan
Krathwohl (dalam Arnellis, 2014)
merevisi taksonomi ini dengan mengklasifikasikan enam proses kognitif yang
dapat dipelajari yaitu:
1. mengingat
: menghafal dan mengingat kembali informasi
2. memahami
: menjelaskan ide atau konsep
3. mengaplikasikan
: menerapkan
informasi dalam situasi baru
4. menganalisis
: menganalisis data menjadi komponen-komponen untuk
memahami
dengan organisasi struktur dan hubungan antar
komponen
5. mengevaluasi : membuat penilaian berdasarkan kriteria tertentu
6. menciptakan : menyatukan elemen untuk membentuk ide atau struktur baru
Berikut ini merupakan
bagan LOTS dan HOTS yang terdapat dalam Artikel The Level of Mastering Forces in Equilibrium Topics by Thinking Skills pada
jurnal internasional Multicultural and
Multireligious Understanding (2015; 20)
E. Penerapan dan Manfaat HOTS
Madhuri (dalam Siti
Nursaila, 2015) menyatakan bahwa In order
to provide opportunity to students in practicing HOTS, students should be in an
active learning environment to increase curiosity and understanding in every
subject learnt. Diartikan bahwa pada saat memberikan kesempatan kepada siswa dalam berlatih HOTS, siswa
harus dalam lingkungan belajar
aktif untuk meningkatkan rasa
ingin tahu dan pemahaman di
setiap subjek belajar.
Thomas dan
Thorne (dalam Widodo, 2013) menyatakan bahwa bahwa HOTS dapat
dipelajari, HOTS dapat diajarkan pada murid, dengan HOTS keterampilan dan
karakter siswa dapat ditingkatkan. Selanjutnya dikatakan bahwa ada perbedaan
hasil pembelajaran yang cenderung hapalan dan pembelajaran HOTS yang
menggunakan pemikiran tingkat tinggi.
Mc Loughlin and Luca (dalam Widodo,
2013) menyatakan bahwa HOT means the capacity to go beyond the
information given, to adopt a critical stance, to evaluate, to have
metacognitive awarness and problem solving capacities. Dikatakan
pula bahwa dengan HOTS siswa menjadi pemikir yang mandiri, argument yang
dikemukakan siswa dapat merupakan petunjuk kualitas kemampuan siswa. Penggunaan
HOTS sebagai salah satu pendekatan pembelajaran menghasilkan aktivitas
belajar yang produktif khususnya dalam interaksi socio-cognitive,
misalnya dalam hal: (1) memberi dan menerima bantuan; (2) mengubah dan
melengkapi sumber informasi; (3) mengelaborasi dan menjelaskan konsep; (4)
berbagi pengetahuan dengan teman; (5) saling memberi dan menerima balikan; (6)
menyelesaikan tugas dalam bentuk kolaboratif, dan (7) berkontribusi dalam
menghadapi tantangan.
F. Contoh Soal Penerapan HOTS
Soal :
Sebuah perusahaan furnitur akan membuat dua jenis
bangku berkaki- tiga dan berkaki-empat. Kedua jenis bangku ini menggunakan
jenis kaki yang sama. Pada suatu kesempatan perusahaan ini mendapat
pesanan 340 kaki untuk 100 buah bangku. Berapakah masing-masing jenis
bangku yang akan diproduksi?
Jawaban
:
Misal
x = banyak bangku berkaki-tiga ; y
= banyak bangku berkaki-empat
x + y = 100 ; 3x + 4y = 340
Dengan
berbagai cara akan diperoleh 60 bangku berkaki-tiga dan 40 bangku
berkaki-empat. Selanjutnya ajukan pertanyaan kemungkinan cara lain untuk
mendapatkan jawaban yang sama.
Keterangan
:
1. Sebelum
mengerjakan soal ini siswa diharapkan dapat mengingat dan memahami kembali
materi yang telah diajarkan sebelumnya.
2. Selanjutnya
siswa menerapkan pengetahuannya pada soal tersebut
3. Siswa
menganalisis data menjadi komponen-komponen (seperti : x = banyak bangku berkaki tiga; y
= banyak bangku berkaki empat)
4. Siswa
membuat penilaian berdasarkan kriteria tertentu ( contoh : x
+ y = 100; 3x + 4y = 340; menyelesaikan soal)
5. Dari
jawaban siswa ditanyakan kembali apakah ada kemungkinan cara lain yang dapat
digunakan. (Menyatukan elemen
untuk membentuk ide atau struktur baru)
G. Beberapa contoh kasus
penelitian HOTS
Kasus
Penelitian pada artikel yang ditulis oleh Siti Nursaila dengan judul The Level of Mastering Forces in Equilibrium
Topics by Thinking Skills pada jurnal internasional Multicultural and Multireligious Understanding (2015; 22)
Pada
kasus ini ketika diberikan pertanyaan LOTS, terdapat 73 siswa yang memberikan jawaban karena mengingat materi sementara hanya 38 siswa berhasil menjawab pertanyaan
memahami
materi. Situasi ini menunjukkan siswa
hanya dapat
menghafal definisi dan hanya mengidentifikasi jenisnya, mereka tidak bisa menegaskan kembali arti dari
pertanyaan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Untuk pertanyaan
HOTS, jumlah siswa yang bisa menjawab pertanyaan semacam
ini justru semakin rendah. Temuan ini koheren dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sukiman dkk. (2012), Seman (2005), Rosnani Hashim & Suhaila Hamzah
(2003), Wahidahwati (2003), Muhunthan (2002), Roslan (2001) Dan Yildirim
(1994). Penelitian yang dilakukan oleh Supramani (2006), Seman (2005) Dan
Yildirim (1994) menunjukkan bahwa didalam kelas guru selalu memberikan siswa pertanyaan dalam bentuk LOTS dan HOTS.
Hal ini karena dalam ujian penting untuk menguji kemampuan siswa untuk
mengingat fakta-fakta. Dengan demikian, hal ini menyebabkan guru memilih untuk
memberikan banyak fakta-fakta dan di sisi mereka merasa siswa harus menghafal
dan mengetahui konsep pelajaran tertentu terlebih dahulu sebelum mereka
berpikir bagaimana memecahkan masalahnya.
=====================================
Sumber
:
Alias, Siti Nursaila dkk.2015. The Level of Mastering Forces in Equilibrium
Topics by Thinking Skills.
International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding
(IJMMU) Vol. 2, No. 5 : University Sains Malaysia, Pulau Pinang, Malaysia
(diakses tanggal 28 oktober 2015)
Arnellis.
2014. Pendekatan Saintifik dalam
Pembelajaran Matematika untuk Pembentukan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat
Tinggi Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA : UNP
(diakses tanggal 22 oktober 2015)
Widodo,
Tri Dkk. 2013.
Higher Order Thinking Berbasis
Pemecahan Masalah untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan Th. Xxxii, No. 1 : Fmipa Universitas Negeri Semarang (diakses
tanggal 24 oktober 2015)
Winarso,
Widodo. 2014. Membangun
Kemampuan Berfikir Matematika Tingkat Tinggi Melalui Pendekatan Induktif,
Deduktif Dan Induktif-Deduktif Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Eduma
Vol.3 No.2 : IAIN Syekh Nurjati Cirebon
(diakses tanggal 26 oktober 2015)
https://maghfirohyanuarti.wordpress.com/2012/01/07/pendekatan-hots-higher-order-thinking-skills/
(diakses tanggal 28 Oktober 2015)
0 komentar:
Posting Komentar