Objek dan Bahasa Filsafat
Oleh Tri Kurniah Lestari
(15709251065)
Pembahasaan saat ini merupakan refleksi pertemuan kedua matakuliah filsafat ilmu pada hari selasa tanggal 15 September 2015, di ruang 305B gedung lama pascasarjana UNY. Pembahasan yang disampaikan oleh pak marsigit cukup membingungkan dan harus berpikir dua kali untuk memahaminya, bahkan harus diberi contoh terlebih dahulu agar kami bisa memahaminya dengan baik. Beliau menyampaikan "bila anda sudah mulai pusing dengan apa yang disampaikan dalam pembelajaran filsafat ini, banyak-banyaklah beristigfar dan memohon ampun kepada Allah SWT."
Sistem perkuliahan pada pertemuan kedua ini masih sama dengan sistem sebelumnya yaitu lebih banyak mendengarkan dan merekam apa yang beliau sampaikan. Pertama-tama beliau mengingatkan kembali bahwa filsafat itu merupakan olah pikir, jadi pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan pemikiran saja. Cukup mendengar apa yang disampaikan lalu dipikirkan untuk mendapatkan suatu pemahaman.
Materi yang disampaikan mengenai objek filsafat, objek filsafat yang ada dan mungkin ada. Apakah yang dimaksud objek filsafat yang mungkin ada?, contohnya seperti apa? Dan apakah kejadian diwaktu lampau bisa menjadi yang mungkin ada?. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu ýang mungkin ada dapat diartikan sebagai hal yang belum terjadi, atau belum jelas. Objek "yang mungkin ada" bila semiliar pangkat semiliar pun disebutkan belum tentu bisa mewakili sifatnya. "Yang mungkin ada" dapat terjadi di masa depan maupun masa lampau. Bisa menjadi "yang mungkin ada bagi saya" tetapi "belum tentu ada bagi anda", maupu sebaliknya "belum tentu ada bagi saya tetapi "mungkin ada bagi anda" dan bisa juga menjadi "mungkin ada bagi saya dan anda" atau "tidak ada bagi saya dan anda". Contoh yang dapat diambil yaitu beliau meminta kami menyebutkan tanggal lahir cucu beliau, tetapi tidak satu pun dari kami bisa menjawabnya, beliau mengatakan bahwa "inilah contoh yang terjadi pada masa lampau dan inilah yang ada pada diri saya tetapi belum tentu ada bagi dirimu. Tetapi, bisa saja menjadi yang mungkin ada bagi dirimu. Nanti bila saya beritahu berarti menjadi untuk dirimu." Jadi, orang belajar secara filsafat hakekatnya yaitu mengadakan yang mungkin ada menjadi ada. Dalam mengajar, kita ingin menggunakan metode apapun yang penting secara prinsip menjadikan ilmu yang mungkin ada menjadi ada bagi siswa.
Sebagai manusia tidak sepatutnya kita menyombongkan diri atas kemampuan yang kita miliki. Sehebat-hebatnya kemampuan yang kita miliki belum tentu kita bisa menebak atau mengetahui apa yang ada dalam diri orang lain (mis:tanggal lahir cucunya pak marsigit). Tetapi bila diberi anugrah kita tahu segalanya yang ada di dunia ini maka kita tidak akan hidup, karena dalam kehidupan itulah manusia merupakan makhluk tidak sempurna. Bayangkan lah apabila telinga kita bisa mendengar segala frekuensi suara yang ada didunia, kita tidak akan bisa tenang, suara dengan frekuensi terbesarpun bisa saja memecahkan kepala kita. Maka dari itu, bersyukurlah atas keterbatasan yang diberikan oleh Tuhan, itulah karuniah Tuhan untuk umat-Nya. Dan cara kita bersyukur adalah dengan belajar berfilsafat.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa orang tua kita selalu ada dihati dan pikiran kita, jadi bila ingin berbakti kepada orang tua kita, maka pikirkanlah mereka dan itu merupakan bagian di dunia. Kalau dinaikan sedikit tingkatannya kespiritual (urusan akhirat) maka orangtuamu itu ada di dalam hatimu. Hati bahasa analognya adalah doa. Jika kita memikirkan orang tua kita maka berdoalah untuk mereka. Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa, kita juga tidak bisa menjelaskan semua sifat yang ada pada diri orang tua kita, karna orang tua kita merupakan wadah berisi yang setiap saat berusaha mencapai kesempurnaan. Itulah manusia yang selalu berusaha mencapai kesempurnaan.
Dalam filsafat juga memiliki problem, problem filsafat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
- Jika dia ada diluar pikiranmu, yang jadi masalah ialah bagaimana engkau mengertinya.
- Jika dia yang kau pikirkan ada di dalam pikiranmu yang jadi masalah ialah bagaimana cara engkau menjelaskannya.
Untuk menjelaskan problem diatas, Beliau mengumpakan "dia" yang ada di dalam pikiran dan di luar pikiran dengan sebuah kacamata, mula-mula beliau memegang kacamata dan diperlihatkan kesetiap orang yang ada di kelas, kemudian beliau berkata "kacamata ini berada diluar pikiran anda sekalian karena bendanya ada diluar dan dapat dilihat", selanjutnya beliau membungkus kacamata tersebut dengan kertas dan beliau mengatakan bahwa "kacamatanya tidak terlihat lagi tetapi telah tergambar di dalam pikiran kalian". Beliau kembali mengatakan bahwa didalam dan di luar pikiran memiliki alirannya masing-masing. Bila benda berada diluar pikiran maka dia memiliki aliran realistik murni yang dikemukakan oleh aristoteles, sedangkan bila benda berada di dalam pikiran maka dia memiliki aliran idealis yang dikemukakan oleh plato.
Setiap problem tidak dapat dijelaskan secara terperinci, bila kita bisa menjelaskan semuanya maka kita telah mencapai kesempurnaan, yang artinya kita sudah tidak hidup lagi didunia ini. Kita pun belum mampu untuk menjelaskan setiap sifat yang ada pada diri kita.
Sebenar-benarnya ilmu adalah sintetik apriori yang dikemukakan oleh imanuel khan. Ilmu tersebut yang menyatukan pendapat dari kedua filsuf diatas dan saling berinteraksi satu sama lain.
Imanuel Khan juga memiliki dua prinsip berpikir di dunia yaitu :
- Prinsip kontradiksi, yang menyatakan bahwa predikat tidak sama dengan subjek. Misalnya rambut hitam, selamanya rambut sebagai subjek tidak sama dengan hitam yang merupakan predikat. Dalam kodratnya rambut itu hidup (sebagai wadah) sedangkan hitam itu adalah namanya (isi), dan sebenar-benarnya hidup merupakan interaksi antara wadah dan isinya.
- Hukum identitas, dalam filsafat hukum a tidak sama dengan a karna ruang dan waktunya berbeda. Perbedaan dari segi waktu a yang pertama diucapkan dan a yang kedua diucapkan, sedangkan perbedaan dari segi ruang dapat dilihat dari bentuk dan tata letaknya. Bila di lihat dari segi pembelajaran matematika yang menggunakan hukum identitas yaitu materi geometri (ruang) dan aritmatika (waktu).
Dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu dari yang mungkin ada menjadi ada, dan alat berfilsafat adalah bahasa analog yang lebih lembut daripada bahasa kiasan, jika yang dimaksudkan hati maka bahasa analognya adalah doa. Jarak antara pikiran dan hati adalah jarak antara dunia dan akhirat. Kemudian sebaik-baiknya pikiran dan pengalaman itu merupakan pengalaman yang dipikirkan, pikiran yang diterapkan dan diwujudkan dalam bentuk tesis. Semoga bermanfaat.
Sekian dan Terimakasih
2 komentar:
Good Reflection
Good Reflection
Posting Komentar