ARTI HIDUP DALAM
KACAMATA FILSAFAT
Oleh
: Tri Kurniah Lestari, S.Pd.
(15709251065)
Bismillahirrahmanirahim
Assalamu’alaikum
warrahmatullahi wabarakatu
Pertemuan ketiga ini dilaksanakan
pada selasa tanggal 22 September 2015 jam 11.10 sampai dengan 12.50 diruang
305b gedung lama pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta prodi pendidikan
matematika kelas a pada matakuliah filsafat ilmu dengan dosen pengampuh pak
marsigit. Perkuliahan ini diawali dengan mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan
yang harus dibuat setiap minggunya.
Sistem perkuliahan masih sama
seperti 2 pertemuan sebelumnya, yaitu lebih banyak mendengar dan merekam apa
yang disampaikan oleh bapak. Topik yang dibicarakan saat ini yaitu membahas pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan secara lisan. Beliau juga menyampai informasi seputar facebook
beliau, kemudian beliau juga memberitahukan bahwa ada dua orang yang hasil
refleksi pertemuan keduanya telah di postkan kefacebook beliau, karena beliau
menganggap hasilnya cukup baik.
Pertanyaan secara lisan untuk
pertamakalinya di sampaikan oleh bu retno kusuma dewi, petanyaan beliau yaitu :
“menurut sudut pandang filsafat memahami tentang kehidupan kenapa kok kira-kira
siswa sekarang ini cenderung memilih hal mudah?, mudah maksudnya segala sesuatu
yang instan”
Setelah mendengar pertanyaan yang disampaikan,
pak marsigit kemudian menjawab : “Jadi gini bu, ibu meluncurnya telalu tajam,
dari filsafat sampai ke siswa, tetapi selain meluncur terlalu tajam ada
pantulan yang bagus yaitu budaya instan, anda semua perlu membaca di akademia
edu mengenai narasi besar ideology dan politik pendidikan dunia, itu saya uraikan
persis dari jaman yunani sampai jaman sekarang, sehingga kita bisa mengetahui
alasan dan sebab-sebab adanya budaya instan, ceritanya panjang dan disamping
cerita panjang disitu juga memerlukan pengetahuan-pengetahuan lain. Uraian saya
tidak membosankan karna disajikan dalam bentuk power point, sehingga dapat
dibaca sekilas saja, ulangi kembali dan bisa menyimpulkan point-pointnya, ratusan
ribu orang membaca, intisarinya sebetulnya merupakan atmosfirnya, kurun
waktunya memang sampai pada kehidupan saat ini.”
Beliau menambahkan kembali “kalau
memang ada yang mudah kenapa musti cari yang sulit, saya juga menjelaskan di
kelas lain kalau itu tesis maka ada anti tesisnya. Anti tesisnya aku buat
begini, kalau bisa mengerjakan yang sulit kenapa cari yang mudah, didengar juga
gak begitu jelas diucapkan juga gampang tapi dilaksanakan sangat sulit,
silahkan anda uji diri anda dan dari dua kata itu, andai kata anda laksanakan maka
dampaknya itu seluas dunia akhirat, karena secara psikologi antara yang pertama
(sebelah kiri) : ‘kalau ada yang mudah kenapa cari yang sulit, kalau bisa
dipermudah kenapa dipersulit,’ dan yang kedua (sebelah kanan) ‘kalau bisa
mengerjakan yang sulit kenapa cari yang mudah’ saja sudah berbeda. Bila dilihat
dari keadaannya dari segi pelakunya yang sebelah kiri tidak mau berjuang,
nyaman dizona aman, tidak mau meningkatkan diri, santai, gampang menyerah,
tidak ingin berkembang, tidak mau bekerja keras, motivasi kurang, difensif,
tidak kreatif, masa bodoh, tidak cerdas, bodoh,termasuk juga cara yang singkat,
dan budaya instan; semiliar pangkat semiliar pun belum bisa aku menyebutkannya,
karna itu dunia, dunia si dia. Lawannya sebelah kanan memiliki keadaan yang kreatif,
cerdas, pekerja keras, ulet, suka tantangan, ingin berkembang, ingin tahu yang
tinggi, dan motivasinya tinggi. Jadi hidup itu adalah interaksi antara yang
pertama dan kedua, hidup yang lebih baik adalah gejala dari yang pertama menuju
yang kedua”.
Pertanyaan selanjutnya disampaikan
oleh saudara Heru Tri Rizky Novi : “bagaimana tanggapan filsafat tentang
pendapat ilham nokhen tentang penciptaan alam ini yang dalam konsep ada dan
tiada?”
Bapak menyampaikan bahwa pertanyaan
yang diajukan mempunyai maksud sama seperti bagaimana pandangan agama tentang
makhluk pertama manusia dan seperti temuan Darwin yaitu nenek moyang manusia
itu adalah binatang (monyet). Sementara orang beragama percaya bahwa nenek moyang manusia itu adalah
manusia juga, nabi Adam AS.. Darwin membuat teori evolusi, hukum sebab akibat,
jika manusia itu setiap pagi belajar terbang selama hidupnya, begitu pula
anaknya belajar terbang selama kurun waktu bermiliyar-milyar keturunan diharapkan
suatu ketika manusia bisa terbang. Itu merupakan teori pengembangan potensi
diri. Yang ditangkap oleh Immanuel kant sebagai teologi, segala macam
perkembangan masa depan masuk kedalam teologi. Jadi teori evolusi dasarnya
adalah filsafat, segala sesuatu mengalami perubahan dan tidak ada didunia ini
yang tidak mengalami perubahan, tapi pendapat seperti itu merupakan pendapat
separuh dunia, karna separuhnya lagi memiliki pendapat bahwa sesuatu itu
bersifat tetap, tidaklah sesuatu didunia ini yang tidak bersifat tetap.
Masing-masing memiliki tokoh, yang tetap memiliki tokoh permenides dan yang
berubah tokohnya adalah herakleitos, kemudian dari kacamata filsafat memandang
bahwa ternyata hidup itu adalah interaksi antara yang tetap dan yang berubah,
jadi hidup dapat di definisikan sebanyak yang ada dan mungkin ada.
Interaksi dari yang tetap dan
berubah, kalau dilihat dari kacamata filsafat, pandangan yang tetap itu seperti
cintaku tetap padamu istriku, keyakinanku tetap kepadamu Engkau wahai Tuhanku sejak
aku lahir sampai mati pun tetap begitu dan tidak akan mengalami perubahan,
sebelum dan sesudah dunia kiamat tetap saja aku ciptaan tuhan, tetap begitu. Jadi
dalam diri ini ada dua unsur yaitu ada yang tetap dan ada yang berubah. Hal
tersebut berkaitan dengan mengidentifikasi objek filsafat, objek filsafat yang
terdiri dari ada dan yang mungkin ada yang jumlahnya tak berhingga pangkat tak
berhingga aku belum bisa mengidentifikasi sifat-sifatnya. Sifat yang penting
adalah, ia memiliki sifat tetap atau sifat berubah, ternyata hidup itu tetap
didalam perubahan, dan berubah didalam ketetapan. Itu lah hidup dan kalau tidak
hidup berarti tetap didalam ketetapan contohnya seperti walau aku jadi istrimu
aku masih tetap ingat pada pacar lama saya. Terjadilah kerusakan dalam
kehidupan. Itu lah mengapa pentingnya mengalami perubahan, makanya penting juga
manusia memiliki sifat lupa.
Didalam filsafat itu tidak ada yang
benar dan tidak ada yang salah, yang benar atau yang tepat itu adalah tidak
sesuai dengan ruang dan waktu, dalam spiritual kebenaran bersifat absolut,
agama itu dokma, suatu kebulatan yang harus dilaksanakan, kitab suci tidak bisa
diotak-atik lagi, apakah ada amandemen alqur’an?, yang diamandemen itu undang-undang dasar, tidak ada amandemen
alqur’an, alqur’an itu dokma yang sudah menjadi ketetapan (absolutely) dan harus
laksanakan, serta percaya bahwa manusia memiliki nenek moyang yaitu Nabi Adam
AS. Sekarang gunakanlah pikiran, orang silahkan saja membuat teori, ambil
contoh seekor tikus yang diberi radiasi nuklir, nanti pada suatu saat tikus
yang diberi radiasi itu bisa menjadi mutan, bisa jadi kelinci dan bisa jadi
yang lebih besar lagi seperti kelinci jumbo, karna mutan dipengaruhi radiasi
nuklir. Coba dari jaman penciptaan sampai dengan sekarang itu radiasi nuklir
dialam sebanyak apa sehingga bisa mempengaruhi jenis dan pola perilaku manusia,
kita lihat saja nabi Adam AS. sebagai wadah memiliki banyak karakteristik,
punya istri hawa, dan punya anak-anak. Dari sisi agama dikatakan final, maka
orang timur yang didominasi kehidupannya oleh agama biasanya pemikirannya
final, sedangkan orang barat yang mengandalkan pikiran biasanya berpikir
tebuka, terbuka di belakang atau open di bagian ended, maka ada metode
pembelajaran open ended dengan metodenya adalah scientific. Jadi, timur dan
barat memiliki beda kultur dan budaya. Secara agama, dokma dan ketentuannya
harus diakui, kalau meyakini Tuhan harus lewat keyakinan hati, dan kalau hanya
lewat pikiran untuk mencari Tuhan maka belum ada jaminan bisa menemukan Tuhan.
Itulah kalau dunia barat menuju ketimur ketemu dengan imam Al-Ghazali, ‘jika
engkau ingin bertemu Tuhanmu jangan kau pikirkan tapi kerjakanlah’, filsafat
timur mengenalnya dengan ontology gerak, jadi jika ingin ketemukan Tuhan maka
kerjakanlah, yang Kristen ke gereja dan yang islam ke masjid, sholatlah kalau
Tuhan mengijinkan insyaAllah pasti bisa bertemu Tuhan.
Dunia barat dan timur ada perbedaan nilai
bijaksana. Bijaksananya dunia barat dalam keadaan masyarakat yang terbuka. Orang
yang sedang mencari ilmulah yang bijaksana menurut versi barat, tetapi versi
timur karna masyarakatnya sudah tertutup maka yang dikatakan bijaksana dalam
versi timur adalah orang yang memberi ilmu. Maka tidak mudah jadi pejabat di
dunia timur, karna harus bisa mensejahterakan rakyatnya kalau perlu memberi,
jadi lurah kalau perlu berani tombok, kalau tidak manipulasilah yang terjadi,
makanya korupsi tumbuh subur di dunia timur, jadi nilai kebijakan di dunia
timur itu harus mampu memberi. Bapak kembali memberi contoh “Umur 38 dulu saya
kuliah di Inggris kemudian 47 saya kuliah filsafat di gajahmada, nah dikampung
saya ditanyalah a: kok bapak tidak kekampus? Saya menjawab kalau saya kuliah, a:
lah terus kalau bapak kuliah anak-anak bapak yang kecil-kecil mau di kasih apa
pak ? diambil semua oleh bapak?” (dalam konteks bercanda). Orang tua kuliah itu
di timur canggung, sedangkan di dunia barat dikatakan bijaksana. Karna orang
tua di dunia timur dianggap sudah saatnya memberi. Maka di Indonesia terjadi
interaksi dan transisi budaya, yang pantas di pantas-pantaskan, bahkan yang
kurang pantas di pantaskan juga.
Pak marsigit kemudian menceritakan
tentang pengalaman beliau, Ketika beliau mengajar di S1, beliau mengajak seorang
professor matematika dari salah satu perguruan tinggi terkenal di Amerika untuk
ikut ke kelas dimana beliau mengajar, setelah selesai dosen tersebut bertanya kepada
pak marsigit, “pak marsigit kenapa pada saat mengajar matematika anda
memulainya dengan berdoa?, apa hubungannya antara matematika dengan doa”, pak
marsigit agak kaget dengan pertanyaan dosen tersebut, kemudian pak marsigit bertanya
kembali “apakah anda tidak percaya dengan Tuhan?”, dia menjawab “belum, karna
saya tidak tahu”. Padahal umurnya sudah 60 tahun tapi belum mengenal Tuhan
sehingga dia belum percaya, kemudian dia menambahkan “saya berusaha melakukan
kegiatan setelah saya memahaminya”. Dari situ bisa tertangkap ketidak konsistenannya.
Pak marsigit bertanya kembali “kamu datang kesini apa tahu akan bertemu saya?”,
dia menjawab “tidak”, lanjut pak marsigit “berarti anda ngomongnya tidak
konsisten, kenapa anda datang kesini padahal anda tidak tahu akan ketemu saya”.
Jadi berpikir itu mudah sekali kalau ingin tidak konsisten seperti itu. Beliau mengatakan
“untuk mengetahui Tuhan tidak cukup hanya dengan pikiran saja, tapi dengan
hati, karna itu adalah ranah hati, itu kasusnya mengenai feeling “. Itu merupakan salah satu contoh. Jadi kalau kita
masuk kedunia internasional, itu menjadi sangat plural. Orang yang pecaya
dengan Tuhan dan tidak percaya dengan Tuhan sama-sama punya hak. Karna disana
adalah liberal yang absolut, sama-sama punya hak untuk mengiklankan ditelevisi
tergantung bisa membayar saja, sebenarnya kalau kita tidak kuat atau
memperkokoh diri dari sini maka semua perasaan, pikiran dan kebiasaan kita bisa
habis disana.
Pertanyaan selanjutnya yaitu dari
saudara Ricky yang mengatakan bahwa : “Menanggapi pernyataan yang ada tadi, agama merupakan suatu dokma yang
kita terima secara utuh, seperti halnya juga terhadap fisika, ilmu fisika dapat
dibuktikan. Dalam teori evolusi Darwin belum ada bukti yang bisa diterima tapi
kenapa bisa dipublikasikan seperti itu, mohon penjelasannya?”
Jawaban dari pak marsigit : Pertama
Teori bisa dikenal itu karna ditulis dan ada buku yang menjadi rujukan, kedua
dipublikasikan, ketiga ada sponsornya dan dihidup-hidupkan, dan yang keempat
memang ada manfaat. Memang ada manfaat, misalnya orang mau ke Jakarta juga
butuh kendaraan dan kenapa harus dibuang motornya, padahal motor juga bermanfaat
untuk mengantar ke stasiun kereta atau kebandara. Sama juga kalau kita berpikir
tentang teori Big Bang, bermanfaat juga tapi pada level tertentu saja, yang
kemudian orang bisa berpikir liar dan berpikir tanpa batas menyimpulkan dengan
teori big bang bahwa alam semesta itu terjadinya begitu saja tidak perlu campur
tangan Tuhan, tentu dari sisi spiritualitas itu adalah kesombongan yang luar
biasa. Akhirnya, ketinggian ilmu dipakai untuk menyombongkan diri, bagaimanapun
juga kita tetap manusia, sehebat-hebat apapun dia tetap manusia. Agar kita
belajar filsafat ini tetap dalam koridor, tetapkan hati kita kalau sudah
menyentuh seperti itu yah sudah cukup untuk pengetahuan saja bukan sebagai
sesuatu yang harus kita yakini. Karna itu sudah merubah dunia, begitu kita
yakin dan percaya tentang hal itu yang lain akan tereliminasi. Sama saja kalau
kita membuka tabir siang maka tabir malam akan tereliminasi.
Jadi, telah diterangkan pada
pertemuan yang lalu tentang objek filsafat adalah yang ada dan mungkin ada,
semua yang engkau pikirkan apapun itu adalah sebuah wadah, wadah apapun yang ada
dan meliputi yang mungkin ada, ternyata dia juga merupakan isi, rambut
berwarna hitam, rambut itu wadahnya sedangkan hitam itu isinya, itulah
sebenar-benar wadah adalah subjek dan isi adalah predikat,maka tidak akan
pernah didunia ini predikat sama dengan subjeknya, tidak akan pernah warna
hitam sama dengan rambut, karna rambut mempunyai sifat tidak hanya hitam, bisa
hitam ringan, hitam lebat, panjang, pendek, semiliar pangkat semiliar aku belum
bisa menyebutkan sifat-sifat rambut itu. Ternyata sifat-sifat rambut yang
merupakan isi dari rambut merupakan wadah juga, hitam kelam, selamanya hitam
tidak sama dengan kelam, dan kelam adalah salah satu sifat dari hitam.”Hitam
kelam banget”, selamanya kelam tidak sama dengan banget, karna banget merupakan
salah satu sifat dari kelam. Jadi, dunia itu berstruktur, salah satu struktur memiliki
dua komponen, pengertian apapun komponennya dua yaitu wadah dan isi. Rambut itu
isinya kepala, kemudian isinya kepala itu banyak ada kutu, belalang, kepala merupakan
isi dari bagian tubuh, demikian seterusnya dan kalau dinaikkan kearah
spiritual, wadah dan isi yang berpangkat tadi lama-lama terangkum menjadi satu
yaitu kuasa Tuhan yang Esa.
Orang didunia yang sifatnya plural
tapi bersikap tunggal dalam filsafat disebut fatal, itulah kaum fatal yang
hidupnya seratus persen digantungkan pada takdir, misalnya ditanyakan a: kamu
punya uang b?, b: kalau Tuhan mengijinkan akan datang dengan sendirinya, a: tadi
motormu dicuri kamu nanti gak bisa pulang b: kalau Tuhan menghendaki nanti
motornya kembali. Beliau mengatakan “saya pernah kethailand dengan pejabat,
tapi pejabat ini agak sedikit fatal, a: pak laptopnya disimpan pak atau dibawa,
b: kalau memang nasibnya hilang ya hilang kalau gak ya nggak, a: kalau orang
yang pemikirannya beda dengan bapak gimana, nanti kalau hilang beneran gimana ?
b: iya ya”. Urusan akhirat fatal, urusan dunia fital, ternyata susah untuk
mendefinikan hidup, bahwa sebenar-benarnya hidup adalah interaksi dinamik antara
fatal dan fital. Berikhtiarlah seakan-akan masih hidup seribu tahun lagi,
berdoalah seakan-akan besok mau mati, itu sudah kodratnya berinteraksi seperti
itu, sifat yang ada dan mungkin ada, kalau ada yang bersifat tunggal itu
disebut monoisme disingkat monisme. Monisme itu urusan langit, seperti
pertanyaan bu retno tadi, satu sisi sibuk dengan urusan dunia. Indonesia ini
negeri pancaroba (negeri peralihan), apapun ada di Indonesia yang fatal maupun
fital. Teknologi mengefektifkan dan mengefisienkan urusan dunia, harapannya
syukur-syukur bisa mensuport urusan akhirat. Di negri yang paling fatal seperti
Birma negri para biksu, biksu tidak butuh apa-apa cukup makan dari pemberian
orang-orang disekitarnya, tapi akhir-akhir ini ada hal lucu di Birma, para
biksu demo minta listrik, disini dapat terlihat jebolnya tembok pertahanannya
dan sudah mulai dipengaruhi capitalism.
Yang ada tadi didalam dan diluar
pikiran, yang ada bersifat tetap dan berubah, dan yang ada bersifat satu dan
banyak, dari sekian sifat itu mari kita identifikasi kaitannya dengan yang ada
didalam dan diluar pikiran. Yang tetap berada didalam pikiran, karena lebih sering
terjadi didalam pikiran. Yang tunggal ini ada didalam pikiran, tergantung
levelnya, misalnya wanita, kalau didalam pikiran wanita hanya ada satu, kalau
diturunkan kebawah wanita itu adalah istri. Istri yang satu itu didalam pikiran.
Yang tadi malam ditemui, sekarang di kantor, yang dirumah juga merupakan istri.
Contohnya banyak tapi dalam pikiran istri cuma ada satu, dari situlah lahir
berbagai macam aliran filsafat.
Pertanyaan berikutnya dari saudari
ulin yang mengatakan “Berkaitan dengan takdir-takdir, ada takdir yang memang
sudah ditetapkan oleh Allah SWT., salah satunya kematian, cara kematian itu
berbeda-beda pak ada yang dibunuh diri, ada yang dibunuh, ada yang kecelakaan
dan lain-lainnya, yang ingin saya tanyakan mengenai bunuh diri pak, kalau orang
bunuh diri itu apakah sudah ketetapan dari Tuhan, kalau memang sudah ketetapan
dari Tuhan, dalam islam bunuh diri itu
termasuk dosa pak, apakah amal-amalnya sia-sia pak?”
Cara pandang berdimensi yang
dipandang pun berdimensi itulah filsafat kemudian di interaksikan dan dari sisi
spiritual jelas tadi anda sudah katakan bahwa bunuh diri itu dosa, cara pandang
kita bukan seperti itu kalau berfilsafat. Dalam filsafat takdir itu adalah
sesuatu yang sudah terjadi, karna itu merupakan pikiran manusia. Kalau dinaikan
sedikit ke spiritual, takdir itu bukan yang sudah terjadi saja tetapi yang akan
terjadi pula, sekarang kata-katanya dibalik pasti benar bahwa yang terjadi
itulah takdir, lebih baik saya katakan yang kedua dari pada yang pertama, yang kedua
adalah yang terjadi sudah pasti takdirnya, maka yang belum terjadi masih bisa
diikhtiarkan. Hubungannya dengan fatal dan fital yaitu fatal itu takdirnya dan
fital itu ikhtiarnya, manusia bisa berikhtiar karna manusia punya potensi dan
hidup manusia tidak bisa lepas dari takdir. Tidak bisa anda berikhtiar untuk
menentukan hidup diri anda atau anak anda besok, misalnya anda membuat proposal
anak anda besok lahir dengan berjenis kelamin laki-laki, tampang sekian, berat
segini, dengan rambut seperti ini, mengajukan proposal kepada Tuhan, coba saja
apakah akan sesuai dengan selera anda atau tidak. Yakinlah bahwa Tuhan akan
membuat jalannya sendiri. Kalau bisa seperti itu “pasti saya sudah pesan sama
Tuhan, dilahirkan dari Rahim ratu Elisabeth supaya mendapat warisan istana
bacingham”, ternyata hidup itu pilihan tapi yang memilih itu Tuhan, kita tidak
bisa memilih kita lahir dari Rahim siapa. Tiga hal yang pokok yaitu lahir jodoh
dan kematian, itu sama beratnya, oleh karena itu jangan main-main tentang jodoh
karna sama beratnya dengan lahir dan kematian, barang siapa yang bermain-main
tentang jodoh, dia akan menderita kesedihan seperti setara dengan menghadapi
kematian. Dari sisi agama itu adalah rasa bersyukur, karna yang terbaik seperti
itulah. Pikiran ini bersifat parallel yang ingin diucapkan begitu bayak dan
sudah menyundul-nyundul dikepala, tapi mulut bersifat seri jadi satu persatu
kalimat saling bergantian dikeluarkan. Sehingga dikatakan bahwa manusia hidup
karena tidak sempurna. Dalam berkata saja masih harus memilih kata-katanya. Maka
sebenar-benarnya hidup itu adalah pilihan. Sungguh manusia itu tidak pernah
adil, dia tidak bisa melihat kebelakang karena matanya hanya ada didepan.
Manusia itu terpilih, dalam filsafat disebut sebagai aliran reduksionisme. Manusia
itu terpilih atau dipilih. Penglihatan, nafas, hidup semua dipilih. Jadi
manusia hidup karna pilihan.
Pertanyaan berikutnya di sampaikan
oleh Ricky, “tadi bapak mengatakan bahwa istri bapak cuma satu dipikiran bapak,
bagaimana dengan yang berpoligami? Apakah istrinya cuma satu saja dipikirannya
dan yang lain menjadi contoh atau sudah berganti lebih banyak lagi pak?”
Dari sisi filsafat itu level
pemahaman tadi, dari mana aku mau mengklaim yang satu itu, kalau aku naikan
bahwa yang satu itu istri dan turunkan bahwa empat istri itu adalah contoh,
tapi tetap saja dalam pikiran saya istri cuma satu sebagai wadah, sedangkan
empat tadi adalah isinya. Yang empat tadi memiliki contoh-contoh yang lainnya.
Itulah level pemahaman, dimensi berpikir dan dimensi hidupnya. Hidup ini memang
berlevel, tapi kalau sudah sampai kebawah (istri yang ke satu, dua, tiga dan
empat) itu sudah temasuk kedalam aspek psikologis, tergantung pada psikologi
orang yang mengalaminya.
Pertanyaan selanjutnya ditanyakan
oleh saudari Azmi, “pak apakah filsafat itu bertentangan dengan motivator?,
tadikan kata bapak kalau segala sesuatu yang terjadi sudah ditetapkan oleh
Tuhan, sedangkan motivator itu punya target untuk berubah dan menuju
kesempurnaan.”
Segala sesuatu itu
berpasang-pasangan dan selalu mencari jodohnya, setiap yang ada dan mungkin ada
itu adalah tesis, dan selain yang ada satu itu merupakan anti tesisnya, diriku
merupakan tesis, maka semua selain diriku merupakan anti tesisnya. Dalam agama
semua ketetapan yang telah diatur merupakan tesis sedangkan anti tesisnya
merupakan ikhtiar. Tesisnya takdir maka anti tesisnya fital, tesisnya fatal maka
anti tesisnya potensi, sehingga motivator itu mengembangkan potensi supaya manusia
itu punya potensi, dan sebenar-benarnya hidup adalah berkembang menjadi suatu
potensi dari ada menjadi pengada melalui mengada. Maka segala sesuatu yang
berubah diikhtiarkan semua keatas, disitulah duduk yang namanya keikhlasan.
Tiadalah perubahan terjadi kalau tanpa keikhlasan. Kalau kita lihat diruangan
ini terdapat bermilyar-milyar keikhlasan, terjadinya kaca dan tembok yang
sempurna berasal dari bahan mentah
hingga proses pembuatannya itu adalah keikhlasan. Jadi namanya keikhlasan
adalah terwujudnya pengada (wadah) dari yang ada melalui mengada (ikhtiar).
Selaras dan terangkum yang namanya motivator itu. Apa bedanya motivator dan
filosofer? Kalau motivator itu sudah turun sedikit kemudian datar untuk kontrol
dan kendali, apa bedanya filoser dan psykologi ? sama. Seorang filosofer itu
duduk di lobi dan melakukan refleksi, dia tidak masuk gang-gang sempit yang
didalamnya ada psykologi, matematika, dan ilmu-ilmu lainnya.
Kemudian pertanyaan terakhir berasal
dari saudari fitri, “saya ingin bertanya pak, bagaimana cara mensinergikan apa
yang ada dihati dan pikiran sehingga tidak menimbulkan penyesalan dan kontradiksi-kontradiksi
terhadap apa yang telah kita lakukan?”
Yang ditemukan Immanuel kant, isi
bisa sekaligus menjadi wadah, tapi isi tidak sama dengan wadahnya. Contohnya
tadi rambutnya berwarna hitam, itu yang disebut sebagai kontradiksi dalam
filsafat , hidup itu penuh dengan kontradiksi. Prinsip yang kedua adalah
prinsip identitas, a sama dengan a itu hanya terjadi didalam pikiran, karna
pikiran sudah terbebas dari ruang dan waktu, jadi selagi dia diucapkan maka a
yang aku ucap kan pertama dan a yang aku ucapkan kedua, a yang kurus dan a yang
gemuk, jadi dalam kehidupan tidak ada a sama dengan a, matematika yang kamu
pelajari itu hanya ada sebatas didalam pikiran semata. Padahal dunia anak
adalah dunia di luar pikiran. Oleh karena itu manusia selalu diwarnai dengan
kontradiksi-kontradiksi, saya bisa makan, minum dan bernapas itu semua karna
hasil kontradiksi antara oksigen dan darah merah. Dengan kontradiksi itulah
maka kita bisa hidup, maka manusia tidak bisa terhindar dari kontradiksi, yang
jadi persoalan sekarang adalah bagaimana cara kita mengidentifikasi kontradiksi
seperti apa, mana yang produktif dan mana yang kontraproduktif. Selanjutnya,
kedudukan kontradiksi itu ada dimana? Isi atau wadah bagian mana yang mengalami
kontradiksi ? semakin rendah posisi semakin dia ada didalam predikat semakin
tinggi dia mengalami kontradiksinya, semakin tinggi posisinya maka semakin
kecil kontradiksinya, paling tinggi dirangkum kedalam kekuasaan Tuhan yang
absolut dan tidak ada kontradiksi didalamnya. Tuhan tidak mengenal kontradiksi
yang mengenal kontradiksi hanyalah manusia. Manusia siapa? Bagi adikmu kamu
sama sekali tidak mempunyai kontradiksi sedangkan bagi dirimu adikmu itu penuh
dengan kontradiksi, karna dia adalah keseluruhan penggambaran dari
sifat-sifatmu, karna wadah memiliki banyak sifat dan adikmu itu adalah salah
satu isinya. Semilyar kali kamu belum bisa menjawab kontradiksi dari adikmu
itu. Orang jawa punya solusi, solusinya adalah “ngono yo ngono, neng ojo
ngono”, yang artinya “begitu ya begitu, tetapi jangan begitu”, yang satu wadah
dan yang satu isi. Minum ya minum (wadahnya) tetapi jangan sambil berdiri
(isinya). Ngomong ya ngomong tapi ya jangan sambil marah.(Terkadang belajar
filsafat itu harus dipikir dulu baru lucu). Itu kejadiannya, sekarang bagaimana
didalam hati kita, perasaan menyesal tadi psikologi. Sekali lagi pengetahuan
itu bersifat kontradiksi, bersifat pertarungan antara tesis dan antithesis yang
bersintesis menghasilkan pengetahuan baru. Anda sebagai peneliti harus siap
untuk mensintesis pengetahuan-pengetahuan lama menjadi pengetahuan baru.
Silahkan perbesar kontradiksi anda tapi jangan sampai turun kedalam hati karna
kalau sampai turun keranah hati itu adalah syaitan, dan cara agar tidak ada
kontradiksi dihati (seperti menyesal, dan lainnya) itu adalah dengan doa kepada
Sang Pemilik hati, setinggi-tingginya doa adalah menyebut namaNya. Cuma kalau
orang awam seperti kita ini bermilyar-milyar memanggil namaNya belum tentu
didengar. Mustajabnya suatu doa karna dijalankan. “Pengalaman spiritual saya
yaitu diam didalam masjid yang saya tuangkan dalam ritual ikhlas.” Agar kita
terbebas dari godaan syaitan jangan diberi peluang. Syaitan sekarang sudah
canggih, syaitan sekarang sudah menempel di diri manusia, syaitan sekarang
sudah berwujud manusia, yang koruptor, para preman dan lainnya. Cara
menghindarinya yaitu disetiap menit walaupun kau sadar dan tidak sadar
penuhilah dengan doa dan doa yang paling tinggi yaitu memanggil namaNya.
Apabila engkau merefleksikan terjaminlah di dunia dan diakhirat.
Dari jawaban-jawaban diatas dapat
dikatakan bahwa hidup merupakan suatu interaksi antara yang tetap dan yang
berubah. Hidup itu tetap didalam perubahan, dan berubah didalam ketetapan. Didalam
hidup manusia memiliki objek filsafat yang ada dan mungkin ada. Yang ada berada
didalam dan diluar pikiran, yang bersifat tetap dan berubah, dan yang bersifat
satu dan banyak. Yang tetap dan satu berada didalam pikiran, karena lebih sering
terjadi didalam pikiran. Semua yang dipikirkan merupakan suatu wadah dan
memiliki isi. Isi dapat menjadi wadah, tetapi isi selamanya tidak akan sama
dengan wadahnya. Hidup manusia merupakan pilihan dan hidup manusia dipenuhi
dengan kontradiksi, itulah mengapa manusia dikatakan tidak sempurna dan jika
manusia sempurna maka ia tidak akan hidup didunia ini. Begitu pentingnya
filsafat untuk memahami semua hal tentang kehidupan ini, semakin banyak engkau
belajar berfilsafat maka semakin banyak engkau dapat mengetahui tentang arti kehidupan.
Marilah kita bersama-sama belajar berfilsafat dengan cara membaca, membaca dan membaca.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum
warrahmatullahi wabarakatu
4 komentar:
Good Reflection
Good Reflection
Terimakasih pak marsigit
Banyak hal yg saya pahami berbeda dengan pernyataan yang ada dalam tulisan ini. Entah itu pendapat atau pertanyaan. Sebagai contoh Darwin mengatakan 'nenek moyang manusi beradal dari binatang sejenis kerah...' Menurutku Darwin tidak mengatakan demikian. Inti pendapat Darwin adalah proses penciptaan makluk hidup di muka bumi yakni spesies kera yg terlebih dahulu kemudian manusia. Tapi bukan berarti kera nenek moyang manusia. Metaforanya: kalau kita buat kue terlebih dahulu baru buat teh, bukan berarti teh berasal dari kue. Kemudian masalah kematian: yg saya pahami yg ditetapkan oleh tuhan diantaranya adalah umur seseorang, dan penyebab kematian. Misalnya Umur untuk si A adalah 1 karung, yg terdiri atas banyak variabel yg merupakan fungsi dati t(waktu). Contoh 1 karung = 100 thn- x(t) - y(t) -..., x(t): rokok, y(t): pola makan, dst. Kalau pengurangannya semuanya nol, maka usianya di dunia 100 tahun tidak bisa di tawar2, tapi kalau perokok berarti ada pengurangan dalam hal usia hidup, bukan berarti umurnya berkurang. Ingat bahwa umur adalh fungsi yg memiliki n variabel pengurang. Kita madih perlu belajar banyak dari segi since dan Ilmu Agama untuk menunjang pemahaman terhadap ilmu filsafat, wallahu alalm..
Posting Komentar